Haram Menyebarluaskan Kejelekan Orang, Bagaimana dengan Wartawan?

By Abdi Satria


nusakini.com-Yogyakarta-Menyebarluaskan kejelekan orang lain memang perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Menurut makna beberapa riwayat Hadits dapat kita ambil pengertian bahwa seorang Muslim hendaknya menutup kejelekan orang lain. Orang yang suka menutup ‘aib orang lain Allah akan menutup ‘aibnya di hari kiamat.

Anjuran menutup kejelekan orang lain demikian, tentu mengandung maksud agar orang yang ditutup kejelekannya itu mau memperbaiki perbuatannya, sehingga menjadi lebih baik. Tetapi kalau justru dengan menutup kejelekannya orang itu menjadi lebih jelek perbuatannya, sehingga masyarakat dirugikan, maka kewajiban menutup kejelekan orang lain itu menjadi gugur. Maka untuk melindungi masyarakat dari kerugiannya dan kerusakan ulah orang itu, tiada halangan atau larangan untuk mengungkapkan kejelekan orang itu kalau memang sudah jelas.

Jadi menampakkan kejelekan orang lain itu dibolehkan kalau dalam keadaan terpaksa, demi kemaslahatan yang jelas dan kemaslahatan yang lebih besar. Ulama ahli hukum Islam menetapkan dasar kebolehan demikian atas dasar ijtihad istishlahy; khususnya yang disebut Istihsan, yakni pengecualian hukum yang berlaku secara umum. Pada prinsipnya tidak dibolehkan menampakkan kejelekan orang lain kecuali apabila terpaksa.

Dalam praktik pelaksanaan hukum, diperbolehkannya menampakkan kejelekan atau pun kejahatan orang lain kalau orang itu berkedudukan sebagai:

1) Saksi dalam kejahatan, untuk melindungi masyarakat dibolehkan menampakkan kejelekan orang lain;

2) Orang dianiaya. Orang yang dianiaya dapat mengadukan dengan menampakkan kejelekan orang lain di hadapan pengadilan untuk mendapatkan keadilan;

3) Petugas yang tugasnya memang mengungkap kejahatan, seperti dahulu disebut petugas amar makruf, petugas uhtasib, yang sekarang terkenal dengan sebutan jaksa;

4) Keterangan seseorang dalam rangka menegakkan agama, seperti ilmuwan Hadits menerangkan tentang cacat kejujuran seseorang;

5) Juga dibolehkan seseorang mengungkapkan kejelekan orang lain dalam rangka untuk mengingatkan masyarakat agar masyarakat terlindung dari kejahatan orang itu.

Barangkali untuk yang terakhir ini dapat dijadikan dasar untuk menjawab pokok persoalan, tentang wartawan yang memberitakan kejahatan. Wartawan adalah termasuk orang yang bekerja atas dasar profesi dan kode etiknya. Menjauhkan diri dari sentimen pribadi dalam pengungkapan kejahatan yang sudah jelas dengan fakta yang nyata, untuk melindungi masyarakat. Kalau seorang wartawan melakukan tugasnya demikian, maka pemberitaannya dapat dibenarkan seperti kriteria yang tersebut di atas.(rls)